Militer.or.id – 400 Tewas Dalam Seminggu, Akibat Kekerasan di Myanmar.
Cox’s Bazar (Bangladesh) – Hampir 400 orang tewas dalam pertempuran yang berlangsung di Myanmar Barat Laut selama seminggu, menurut data petugas yang dirilis Reuters, 1/9/2017. Jumlah korban ini menjadikan kekerasan yang paling mematikan terhadap Rohingya di negara Myanmar dalam beberapa dasawarsa.
Sekitar 38.000 warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar, ujar sumber dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, seminggu sesudah gerilyawan Rohingya menyerang sejumlah pos Polisi dan pangkalan militer di negara bagian Rakhine, yang memicu bentrokan dan serangan balik dari militer.
“Pada 31 Agustus 2017, 38.000 orang diperkirakan menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh,” ujar sumber tersebut pada Jumat 1-9-2017 dalam angka perkiraan terakhir mereka.
Tentara mengatakan melaksankan pembersihan terhadap “teroris garis keras” dan pasukan keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Tetapi, warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan pembakaran dan pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.
Penanganan terhadap sekitar 1,1 juta orang Muslim Rohingya menjadi suatu tantangan terbesar bagi Aung San Suu Kyi, yang sudah mengutuk serangan tersebut dan memuji pasukan keamanan.
Peraih Nobel Perdamaian itu dikritik beberapa kritikus Barat sebab tidak bersuara terhadap kejadian pembantaian Muslim Rohingya, yang merupakan kaum minoritas di Myanmar, oleh serangan brutal militer setelah terjadinya penyerangan Oktober 2016.
Bentrokan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara telah menewaskan sekitar 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil, kata militer Myanmar pada Kamis 31-8-2017.
Sebagai perbandingan, kekerasan pada 2012 di Sittwe, ibu kota Rakhine, menyebabkan tewasnya hampir 200 orang dan sekitar 140.000 lagi mengungsi, kebanyakan dari mereka adalah warga Rohingya.
Serangan tersebut adalah peningkatan tajam dari kemelut yang terjadi sejak Oktober 2016, sewaktu serangan serupa yang dilancarkan oleh geriyawan Rohingya dengan ukuran yang jauh lebih kecil terhadap pos keamanan, mendorong militer melakukan serangan balasan besar-besaran diikuti dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Myanmar mengungsikan lebih dari 11.700 “warga etnis” dari daerah yang terkena dampak pertempuran, kata militer, merujuk pada penduduk non-Muslim di Rakhine utara.
Lebih dari 150 gerilyawan Rohingya melakukan serangan terkini terhadap pasukan keamanan pada Kamis 31-8-2017, di dekat desa-desa yang ditempati oleh masyarakat Hindu, kata “New Global Light New Myanmar”. Pernyataan itu menambahkan bahwa sekitar 700 anggota keluarga di desa-desa tersebut telah diungsikan.
“Empat teroris ditangkap, termasuk seorang anak laki-laki berusia 13 tahun,” katanya.
“Pasukan keamanan telah menangkap 2 orang lagi di dekat pos polisi Maungdaw yang diduga terlibat dalam serangan tersebut,” tambahnya.
Sekitar 20.000 orang lagi warga Rohingya yang berusaha melarikan diri, terjebak di daerah kosong perbatasan, kata sumber PBB. Pekerja bantuan di Bangladesh berjuang untuk meringankan penderitaan ribuan orang yang mengalami kelaparan dan trauma.
Sementara beberapa warga Rohingya mencoba menyeberang ke Bangladesh melalui darat, yang lain mencoba melakukan perjalanan berbahaya dengan menggunakan perahu, melintasi sungai Naf yang memisahkan kedua negara itu.
Penjaga perbatasan Bangladesh menemukan 15 jenazah warga Rohingya, 11 di antaranya anak-anak, mengambang di sungai pada Jumat 1-9-2017, kata komandan daerah Letnan Kolonel Ariful Islam. Reuters/Antara, 1/9/2017.