Militer.or.id – Program TNI AU untuk pengadaan jet tempur multi-peran Sukhoi Su-35 “Flanker-E” dari Rusia beresiko “diakhiri” karena kemungkinan konsekuensi dari undang-undang AS yang berusaha untuk menghukum para pembeli sistem militer Rusia, seperti dilansir dari laman IHS Jane pada hari Kamis.
Marsekal Pertama Novyan Samyoga, Kepala Dinas Penerangan AU atau Kadispenau mengatakan kepada IHS Jane dalam pameran Indo Defence 2018 di Jakarta tanggal 7 November bahwa jika AS menempatkan pembatasan yang berlebihan terhadap Indonesia melalui undang-undang CAATSA, maka TNI AU akan dipaksa untuk mendapatkan jet tempur “Barat”.
Dan jika hal itu terjadi, maka IHS Jane memahami bahwa jet tempur F-16 Viper produksi Lockheed Martin kemungkinan besar akan dipilih oleh TNI AU daripada pesawat tempur multi-peran Su-35.
Indonesia telah menandatangani kontrak untuk pengadaan 11 unit Su-35S pada bulan Februari tahun ini, hanya beberapa bulan setelah AS mengesahkan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), yang mengusulkan sanksi pada pelanggan alutsista Rusia sebagai tanggapan terhadap dugaan gangguan Rusia pada Pemilu presiden AS dan aneksasi Krimea.
“Meskipun kontrak ini telah ditandatangani Indonesia tidak akan memiliki pilihan lain selain mengakhiri kesepakatan tersebut jika pemerintah AS memberikan sanksi keras terhadap Indonesia”, kata Samyoga.
Pemerintah AS telah banyak memberlakukan sanksi terhadap Indonesia sejak 1990-an hingga 2005 sebagai akibat dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yag dilakukan oleh militer Indonesia di Timor Timur.
Larangan itu memiliki efek yang sangat merugikan bagi TNI AU, karena mereka tak dapat membeli komponen untuk armada pesawat buatan AS seperti jet tempur F-16 dan juga pesawat angkut C-130 Hercules.
“Kami perlu mengoperasikan kombinasi jet tempur buatan timur dan barat”, kata Komodor Udara Samyoga. “Politik tidak pernah pasti, dan kami butuh keseimbangan karena jika kami memiliki masalah dengan barat kami dapat menggunakan pesawat yang dibuat oleh timur. Mereka telah menjatuhkan sanksi kepada kami sebelumnya, jadi kami tahu bahwa kami membutuhkan keseimbangan tersebut”.
Sebelumnya diberitakan RIA Novosti, Kepala perusahaan Rostec, Rusia, Victor Kladov menyatakan bahwa kontrak untuk pengiriman 11 unit jet tempur Su-35 ke Indonesia tidak ditunda, dan Jakarta sedang menyelesaikan beberapa masalah teknis.
“Tidak, kontrak tidak ditunda. Tetapi agar dapat diberlakukan, Indonesia perlu menyelesaikan beberapa masalah teknis”, kata Kladov.
Kontrak untuk pasokan ke Indonesia dari 11 pesawat tempur Su-35 senilai 1,1 miliar dolar ditandatangani pada 2018.
Kami sangat menghargai pendapat anda. Bagaimanakah pendapat anda mengenai masalah ini? Tuliskanlah komentar anda di form komentar di bagian bawah halaman ini.