Militer.or.id – Tidak Ada yang Instan dalam Hal Kapal Selam.
Seoul – Membuat kapal selam jauh lebih banyak yang harus diperhitungkan jika dibanding membuat kapal permukaan.
“Pembangunan kapal selam sangat jauh beda dengan pembangunan kapal permukaan karena risiko yang dihadapinya pun lebih besar ,” ujar Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Selam Laksma TNI Iwan Isnurwanto kepada ANTARA di Seoul, dirilis 27/4/2018.
Laksma TNI Iwan Isnurwanto menjelaskan, kapal permukaan setelah pembuatan hanya dicek di permukaan, apabila gagal masih dapat mengapung, tetapi kapal selam tidak.
Kapal selam jika mengalami kedaruratan, kata Laksma Iwan, maka dapat menyelam dalam, tetapi tidak dapat naik sehingga membahayakan para awak.
“Jadi harus dua alam, di dalam air dan di permukaan. Kalau dia pengecekan di atas permukaan normal semua tidak masalah, tetapi di bawah air ini bagaimana,” kata dia.
Ia mengatakan lebih dari 50 hal yang harus dilaksanakan dalam mengecek kapal selam, mulai dari penyelaman, kecepatan, kemampuan sampai ketahanan lamanya.
Pada Rabu, 25/4/2018, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menghadiri acara penamaan kapal dan penyerahan KRI Ardadedali-404 di galangan kapal DSME, Okpo, Korea Selatan.
Kapal selam tersebut adalah hasil kerja sama yang kedua kali dengan Korea Selatan, setelah kapal selam pertama KRI Nagapasa-403 yang diluncuran 24 Maret 2016.
Adapun kapal selam ketiga kerja sama dengan Korea Selatan telah mulai proses penyambungan antarbagian beberapa bulan lalu dan ditargetkan selesai pada Juli 2018.
Pembuatan kapal selam pertama dilakukan oleh para teknisi Korsel, kapal kedua dilakukan bersama dengan para teknisi Indonesia yang telah dilatih oleh Korsel. Kapal ketiga dibuat oleh para teknisi Indonesia dengan supervisi dari Korsel.
Laksma TNI Iwan Isnurwanto mengatakan pembuatan kapal selam ketiga oleh PT PAL dan DSME (Korsel) perlu melibatkan praktisi seperti satuan kapal selam TNI Angkatan Laut, yang berpengalaman mengoperasikan kapal selam.
“Jadi PT PAL harus mau membuka diri menerima ide dan saran dari awak kapal selam seharusnya bagaimana dan tidak bisa berdiri sendiri karena pengetahuan dari praktik dimiliki awak kapal selam,” katanya.
Pihak PT PAL pun, tutur Laksma Iwan, tidak bisa langsung masuk kapal selam, melainkan memerlukan perizinan dari otoritas berwenang.
“Untuk itu, diperlukan komunikasi yang baik sehingga nantinya saat akan memperbaiki ini, pasti melalui orang-orang kapal selam,” kata dia.
Tidak ada yang instan dalam hal kapal selam, karena kemampuan yang dimiliki pun akan berbeda sesuai proses yang telah dijalani.
“Contoh awak kapal selam tidak langsung mengawaki, tapi melihat dari kapal permukaan kemudian kapal selam, itu pun melalui tes psikologi, lalu dari kemampuan yang ada, akan dinilai apakah bisa masuk menjadi orang kapal selam,” ucap Iwan.
Kapal selam ketiga yang dikerjakan PT PAL Surabaya akan diberi nama KRI Alugoro-405, diambil dari nama senjata pemukul berbentuk palu yang Prabu Baladewa.
“Dengan posisi yang ada harus menyelesaikan dengan sesuai jadwal yang telah dibuat, itu harus. Direncanakan pada Juli 2018 itu peluncuran,” ujar Iwan Isnurwanto.
Penyambungan bagian-bagian kapal selam di PT PAL, tutur Iwan Isnurwanto, juga didampingi delapan personel dari DSME yang akan membantu memberikan arahan kepada personel dari PT PAL.
“Personel galangan DSME tidak aktif untuk melaksanakan di PT PAL, hanya memberikan arahan, misalnya, ini harusnya begini, tetapi kuasa sesungguhnya adalah orang PT PAL,” kata Iwan.
Contohnya, kata dia, seperti meluruskan kabel yang sebelumnya dirangkai di galangan kapal DSME sebelum digabung, setelah digabung nantinya harus meluruskan dari belakang ke depan.
Ia percaya PT PAL dapat menjadikan bagian-bagian kapal selam menjadisuatu sistem yang nantinya bisa terintegrasi penuh dan bekerja dengan baik. (Antara).