Anggaran War on Teror yang telah dikobarkan Amerika Serikat selama 17 tahun terakhir akan segera mencapai total US$ 6 triliun atau sekitar Rp88.668 triliun/Rp88,67 biliun (dengan kurs Rp14.778) pada akhir 2019.
Dana ini cukup untuk mengakhiri kelaparan dunia selama 200 tahun dengan menggunakan metrik US$ 30 miliar per tahun, yang disediakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Angka US$6 triliun ini diungkap Watson Institute for International dan Public Affairs di Brown University dalam proyek mereka yang diberi nama “Cost of War”.
Total biaya yang diperkirakan oleh para peneliti memang lebih tinggi daripada biaya militer Amerika. Hal ini dikarenakan mereka menghitung juga pembelanjaan terkait dengan perang yang ada di Departemen Urusan Veteran dan Keamanan Dalam Negeri.
Selain itu, karena Amerika berperang dengan uang pinjaman, juga dihitung bunga dari utang tersebut. “US$ 6 triliun adalah biaya langsung dan tidak langsung,” kata Lawrence Korb, seorang peneliti senior di Center for American Progress, mengatakan kepada Sputnik News.
“Angka itu akan terus tumbuh karena kami peduli pada yang terluka dan membayar bunga atas utang yang kami keluarkan untuk membayar perang,” katanya.
John Pike, seorang ahli terkemuka di bidang pertahanan, ruang angkasa dan kebijakan intelijen, menunjukkan kepada Sputnik News bahwa jika jumlah total dibagi 18 tahun perang maka rata-rata per tahun Amerika menghabiskan sekitar US$ 325 miliar atau sekitar Rp4.802 triliun untuk perang.
“Itu sekitar setengah dari anggaran Departemen Pertahanan yang naik telah berlipat ganda sejak serangan teroris 9/11 di World Trade Center di New York City,” katanya.
Pike bekerja di Federasi Ilmuwan Amerika selama hampir 20 tahun dan sering diminta untuk bersaksi di depan Kongres.
Dia mencatat bahwa sebagian besar dari US$ 6 triliun tidak ada hubungannya dengan memerangi “penjahat” secara langsung, sebaliknya, digunakan membayar untuk hal-hal lain seperti untuk Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Urusan Veteran. “Mungkin hanya sekitar satu triliun yang benar-benar digunakan untuk melawan para penjahat.”
Mengutip Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan Sputnik News baru-baru ini melaporkan biaya untuk rekonstruksi di Afghanistan telah melampaui biaya rekonstruksi pasca-Perang Dunia II di Eropa Barat.
“Karena masyarakat cenderung memusatkan perhatiannya hanya pada pembelanjaan militer langsung, kita sering mengabaikan biaya anggaran yang lebih besar dari perang pasca 9/11, dan oleh karena itu meremehkan signifikansi anggaran dan ekonomi mereka yang lebih besar,” kata laporan itu.
Jika perang berlanjut ke awal 2020-an, biaya akan mencapai US$ 7 triliun. Laporan itu juga menyebutkan Amerika idak memiliki strategi komprehensif untuk mengakhiri perang.
Kami sangat menghargai pendapat anda. Bagaimanakah pendapat anda mengenai masalah ini? Tuliskanlah komentar anda di form komentar di bagian bawah halaman ini.