Militer.or.id – Ketika Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) terus memodernisasi militernya di bawah bendera Revisi Program Modernisasi AFP (RAFPMP) yang telah di mandatkan oleh Undang-Undang No. 10349, Departemen Pertahanan Nasional (DND) terus mencari sumber peralatan militer dan amunisi yang tak hanya berkualitas tinggi, namun juga cukup murah, seperti dilansir dari laman Max Defense.
Peralatan buatan Barat, terutama yang bersumber dari produsen dan pemasok Eropa, Amerika dan Australia umumnya selain berkualitas, harganya juga lebih tinggi, dan itu kadang-kadang diluar kemampuan anggaran yang sudal dialokasikan oleh Pemerintah Filipina untuk RAFPMP.
Sementara itu, peralatan yang bersumber dari Rusia dan China cenderung lebih murah, namun kualitas, kompatibilitas, kesamaan dan interoperabilitas semuanya terpengaruh karena pola pikir mereka dibidang manufaktur juga berbeda.
Terlebih keberadaan peralatan buatan Rusia maupun China dari berbagai segi spektrum geopolitik akan sulit bagi AFP untuk mengintegrasikan sebagian besar peralatan mereka terutama yang menggunakan teknologi tinggi seperti pesawat tempur, sistem angkatan laut, sensor dan sistem rudal.
Sebuah kompromi akan dilakukan dari sumber lain yang menggunakan standar NATO atau Barat, dan itu semua tidak selalu harus dari negara-negara Barat. Negara-negara seperti Korea Selatan, India, Republik Ceko, Bulgaria dan Serbia, juga menggunakan peralatan militer standar NATO.
Salah satu “lainnya” adalah Indonesia, yang mengalami ledakan perkembangan industri pertahanan dalam 10 tahun terakhir yang dikarenakan pemerintah RI memprioritaskan peningkatan kemampuan pertahanan mereka, dukungan kemampuan manufaktur lokal untuk mendukung pertahanan dan haus akan transfer teknologi dari para pemasok.
Selain memenuhi kebutuhan pasar lokal, perusahaan-perusahaan pertahanan Indonesia sekarang berencana untuk mengekspor produk alutsista mereka ke negara-negara yang biasanya membeli alutsista dari Barat, Rusia atau China, tetapi lebih menyukai melihat alternatif di pasar global.
Filipina merupakan salah satu negara yang menunjukkan ketertarikan awal atas produk-produk pertahanan buatan Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh partisipasi aktif dari beberapa perusahaan Indonesia dalam penawaran umum atau proyek pengadaan yang dinegosiasikan dengan AFP dan DND.
Disini akan dibahas proyek-proyek RAFPMP di mana Indonesia berpartisipasi aktif, dan bagaimana status penawaran mereka sehubungan dengan proyek modernisasi. Informasi tentang perusahaan dan produk Indonesia terkait dengan tingginya aktivitas pada sektor pertahanan Indonesia belakangan adalah karena berlangsungnya IndoDefence 2018 di Jakarta, Indonesia.
Dephan & Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) di IndoDefence 2018:
Filipina memiliki delegasi yang kuat yang menghadiri Pameran dan Forum IndoDefence 2018 di Jakarta, Indonesia, yang berlangsung dari tanggal 7 – 10 November 2018. Semua cabang layanan dari AFP, serta Markas Besar AFP dan DND terwakili dengan baik, yang memungkinkan mereka untuk melihat kebutuhan masing-masing.
Sementara anggota kontingen DND-AFP adalah untuk berkonsultasi dengan produsen pertahanan yang berbeda dari semua negara yang berpartisipasi, ada juga alasan kuat untuk membawa diskusi dengan perusahaan pertahanan dari Indonesia yang memasok produk-produk domestik Indonesia.
Produk Indonesia di AFP:
Sejauh ini, Indonesia berhasil dalam memasok produknya ke Filipina, dengan setidaknya dua proyek besar yang dimenangkan dan dilakukan oleh perusahaan Indonesia setelah memenangkan tender yang dibuat oleh DND.
Di antaranya adalah proyek akuisisi Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk Angkatan Laut Filipina, yang diberikan kepada galangan kapal PT PAL tahun 2014 yang menghasilkan pengiriman LPD kelas Tarlac (LD-601) serta pesawat angkut ringan pesanan Angkatan Udara Filipina.
Proyek akuisisi telah diberikan kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI, alias Indonesian Aerospace) dan memasok pesawat angkut taktis ringan CASA-PTDI NC212i Aviocar.
Kedua proyek tersebut dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, dengan akuisisi PAF LLFWA sebenarnya bagian dari fase ke-3 Program Modernisasi AFP yang lama dibawah Undang-Undang No. 7898 dan proyek akuisisi SSV dibawah fase Horizon 1 RAFPMP.
Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia dalam memenangkan proyek dibawah AFPMP lama dan fase RAFPMP Horizon 1. Di antaranya adalah dengan partisipasi PTDI dalam proyek akuisisi Medium Lift Fixed Wing Aircraft Angkat Udara Filipina (PAF) yang pada akhirnya dimenangkan oleh Airbus Military, dan partisipasi PTDI dalam proyek akuisisi Anti Submarine Helicopter dari Angkatan Laut Filipina (PN), yang akhirnya dimenangkan oleh Leonardo Helicopters.
Proyek Modernisasi Mendatang dari AFP:
Masih ada beberapa proyek akuisisi di RAFPMP, sebagian besar dibawah fase Horizon 2 saat ini, serta proyek-proyek masa depan dalam fase Horizon 3 yang akan dilaksanakan mulai tahun 2023.
Sekarang ini ada beberapa proyek di mana perusahaan pertahanan Indonesia diharapkan untuk berpartisipasi. Beberapa dari proyek ini sebenarnya memiliki peluang tinggi untuk dimenangkan kepada perusahaan Indonesia.
A. Angkatan Darat Filipina
1. Light Tank:
Angkatan Darat Filipina (PA) sedang berusaha untuk mendapat 2 jenis platform Light Tank dengan jumlah total 44 unit. Pertama berdasarkan platform kendaraan lapis baja yang beroda rantai dan yang kedua berdasarkan platform kendaraan lapis baja beroda 8×8. Keduanya akan dipersenjatai dengan kanon 105 mm.
Indonesia saat ini sedang mengerjakan platform Light Tank pada berbasis medium tank Kaplan MT alias Harimau Hitam. Ini adalah pengembangan bersama perusahaan Turki FNSS dan PT Pindad Indonesia, dimana FNSS memberi dukungan kepada PT Pindad untuk memenuhi kebutuhan TNI AD dalam memasok hingga 300 unit medium tank untuk menggantikan tank ringan AMX-13 dan Scorpion yang sudah tua.
Sementara itu PT Pindad sendiri tampaknya tidak akan berpartisipasi dalam persyaratan tank ringan beroda 8×8, sedangkan mitranya FNSS akan berpartisipasi dengan Pars 8×8 mereka dalam program modernisasi militer Filipina.
Menurut sumber-sumber MaxDefense, Angkatan Darat Filipina telah dijadwalkan untuk menyaksikan demonstrasi tank antara 19 – 22 November 2018 di Indonesia. MaxDefense berharap dapat memperoleh rincian tentang demonstrasi tersebut.
2. APC Beroda:
Angkatan Darat Filipina juga sedang berencana untuk memasok 28 Kendaraan Angkut Personil (APC) yang dipersenjatai dengan turret berawak autocannon 25 mm. Di antara mereka yang dilaporkan telah mengajukan proposal adalah PT Pindad.
Walau tak dijelaskan rincian lengkap dari apa yang ditawarkan oleh PT Pindad, namun tampaknya adalah kendaraan lapis baja 6×6 Anoa 2, mengingat kendaraan tersebut tak pernah dipasang dengan senjata dan turret seperti itu sebelumnya.
MaxDefense yakin bahwa PT Pindad kemungkinan telah menawarkan alternatif lainnya dari seri Anoa 2 menggunakan sistem RCWS dengan senapan mesin 12,7 mm.
3. Kendaraan Taktis (Rantis) Ringan:
Ini merupakan proyek pengadaan lainnya yang diketahui oleh PT Pindad untuk menarik minat Angkatan Darat Filipina dengan mengusulkan lini kendaraan taktis Komodo 4×4 miliknya.
Proyek pengadaan kendaraan taktis (rantis) ringan saat ini memang tak termasuk yang dianggap mendesak, jadi detail tentang hal ini serta tawaran oleh PT Pindad juga masih belum cukup solid untuk didiskusikan.
B. Angkatan Laut Filipina
1. Strategic Sealift Vessel:
Angkatan Laut Filipina (PN) sekali lagi berusaha memperoleh tambahan 2 unit Strategic Sealift Vessel (SSV) yang sama atau lebih baik dari platform dermaga pendaratan kelas Tarlac yang diperoleh dari PT PAL di Indonesia.
Seperti yang diharapkan, PT PAL kembali berada pada lini terdepan dalam proyek ini, memanfaatkan keunggulan sebelumnya dan koordinasi yang erat dengan Angkatan Laut Filipina. Anggaran saat ini untuk 2 unit SSV adalah sebesar 5 miliar Peso, yang mana ini 20% ??lebih besar dari anggaran yang dialokasikan untuk SSV batch pertama tahun 2013.
Berdasarkan laporan media serta informasi yang disampaikan kepada MaxDefense, PT PAL menawarkan varian yang lebih panjang (143 meter) bila dibandingkan dengan BRP Tarlac (123 meter).
Dari wawancara yang dilakukan dengan humas PT PAL yang hadir di IndoDefense 2018, mereka yakin untuk mengantongi kontrak, yang mereka perkirakan bernilai sekitar US $ 43 juta per unit atau sekitar 2,3 miliar Peso saat ini, yang mana dialokasikan 2,5 milyar Peso per unit dalam anggaran Angkatan Laut Filipina.
Varian terbaru yang ditawakan oleh PT PAL ini tidak hanya lebih besar, tetapi juga lebih cepat dengan kecepatan hingga 20 knot dibandingkan kelas Tarlac (16 knot), dan berarti panjang ekstra dapat mengakomodasi mesin diesel yang lebih besar dan lebih bertenaga, atau mesin diesel tambahan dalam konfigurasi CODAD.
PT PAL dalam proyek ini akan bersaing dengan galangan kapal Belanda, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) dan galangan kapal Korea Selatan, Daesun Shipbuilding.
2. Kapal Patroli Lepas Pantai:
Proyek besar lainnya dan termahal dari proyek Horizon 2 untuk Angkatan Laut Filipina, adalah akuisisi 6 unit Kapal Patroli Lepas Pantai sebagai salah satu proyek yang paling diperebutkan, dan PT PAL akan hadir untuk memberikan solusinya sendiri.
Sebelumnya PT PAL telah menawarkan desain Kapal Patroli Lepas Pantai 85 meter demi memenuhi kebutuhan Angkatan Laut Filipina. Meskipun tampaknya sudah ada beberapa galangan kapal yang disukai oleh Dephan Filipina, namun penawaran dari PT PAL tetap ada di meja jika DND dan Angkatan Laut Filipina mempertimbangkan persaingan selain yang disukai oleh kedua kantor tersebut.
C. Angkatan Udara Filipina
1. Pesawat Patroli Jarak Jauh:
Pesawat Patroli Jarak Jauh atau Long Range Patrol Aircraft (LRPA) adalah salah satu proyek yang paling tertunda dalam program RAFPMP, pertama kali dilaksanakan oleh PAF pada tahun 2014 dan merupakan salah satu proyek pertama yang diteruskan untuk diimplementasikan.
CASA Spanyol mungkin akan mendapatkan keuntungan dari proyek LRPA berdasarkan rencana baru-baru ini yang memungkinkan akuisisi antara Pemerintah-ke-Pemerintah antara Filipina dan Spanyol.
Tetapi tampaknya saat ini Technical Working Group masih menyelesaikan spesifikasi revisi proyek. Dan ternyata PT Dirgantara Indonesia (PTDI) telah mendorong tawaran berbasis CN-235-220 MPA.
CN-235-220 MPA asli tak memenuhi spesifikasi teknis dari proyek LRPA Filipina yang menyerukan pesawat yang lebih besar dengan lebih banyak ruang dan konsol untuk misi Maritime Patrol Aircraft (MPA), Anti-Surface Warfare (ASuW) serta Anti-Submarine Warfare (ASW).
Namun, dengan peningkatan teknologi, PTDI dikatakan mampu menggabungkan kedua persyaratan Angkatan Udara Filipina ini dalam satu sistem, dengan varian baru mereka yang disebut CN-235-220 ASW.
Keuntungan PTDI adalah pada harga, yang diyakini jauh lebih murah daripada pesaing mereka, sementara juga menambahkan kesediaan mereka untuk menyediakan transfer teknologi sebagai bagian dari kesepakatan tersebut dengan Filipina.
Masih harus dilihat meskipun jika LRPA TWG PAF memang akan mengubah spesifikasi terutama pada dimensi dan bobot pesawat atau akan menempel pada yang lama, yang tidak akan bermanfaat bagi PTDI karena itu lebih menguntungkan tawaran dari CASA-Airbus dengan C-295 ASW.
2. Pesawat Angkut Medium:
Angkatan Udara Filipina (PAF) berencana mengakuisisi 3 unit pesawat angkut medium untuk melengkapi tiga pesawat taktis C-295M yang diperoleh beberapa tahun lalu, dan untuk menggantikan pesawat Fokker F-27 Friendship tua yang masih beroperasi.
Meskipun PTDI menawarkan pesawat CN-235-220 yang lebih murah, lebih kecil serta jangjauan lebih pendek dari C-295M/W, tampaknya PTDI bersedia untuk memberikan tambahan termasuk transfer teknologi dan kesediaannya untuk membantu DND dalam menghidupkan kembali fasilitas Philippine Aerospace Development Corporation (PADC), yang sekarang berada di bawah kendali DND untuk memungkinkan servis lokal armada NC-212i yang ada, serta CN-235-220 masa depan dan bahkan armada C-295M.
3. Helikopter Utilitas Tempur:
Walaupun PTDI sebenarnya memiliki lisensi untuk membangun Bell 412EP, tampaknya belum mampu membangun Bell 412EPI yang lebih baru yang mana dibutuhkan oleh Angkatan Udara Filipina dalam proyek akuisisi helikopter utilitas tempur mereka.
Menurut sumber dari MaxDefense, PTDI memang telah mengajukan untuk menyediakan salinan lisensi dari Bell 412EP, mirip dengan yang sudah dalam layanan Angkatan Udara Filipina, meskipun mereka memberi jalan untuk bergerak saat ini oleh perusahaan induk Bell di AS untuk menjual Bell 412EPI melalui lini mereka sendiri.
Meskipun demikian, PTDI dikatakan selalu siap untuk memproduksi Bell 412EP jika PAF memutuskan untuk membelinya daripada penawaran yang ada saat ini yang didapatnya dari pemerintah dan juga Bell Amerika Serikat.
Kami sangat menghargai pendapat anda. Bagaimanakah pendapat anda mengenai masalah ini? Tuliskanlah komentar anda di form komentar di bagian bawah halaman ini.