Militer.or.id – Indonesia Ditargetkan Mandiri Alutsista Tahun 2045.
Industri pertahanan Indonesia ditargetkan mandiri tahun 2045. Pada tahun itu, minimal 85 persen alat utama sistem persenjataan yang ada di Indonesia berasal dari hasil produksi industri dalam negeri.
Dalam rangka mewujudkan kemandirian alat peralatan pertahanan keamanan (alpahankam), saat ini seluruh pemeliharaan alpahankam dilakukan di dalam negeri. Hal ini juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Sementara untuk alpahankam, pada tahun 2045 ditargetkan 85 persen alpahankam di Indonesia berasal dari dalam negeri.
”Saat ini dari dalam negeri 53 persen besarannya dan untuk tahun 2045 minimal 85 persen. Kami telah identifikasi ada sekitar 1.200 jenis alpahankam yang sebenarnya wajib diproduksi industri pertahanan nasional kita,” kata Staf Ahli Bidang Kerja Sama dan Ofset Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu dalam acara peluncuran dan bedah buku Kebijakan KKIP di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (23/8).
Buku tersebut berisi kebijakan terkait strategi pengembangan industri pertahanan nasional hingga tahun 2045. Hadir dalam acara peluncuran buku ini Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, petinggi KKIP, dan pimpinan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri pertahanan.
Kebijakan pengembangan industri pertahanan nasional dianggap penting karena akan memengaruhi kemandirian Indonesia dalam hal alutsista. ”Kalau sudah punya industri pertahanan yang mandiri, kita tidak akan terpengaruh lagi dengan negara lain. Kita akan memiliki kepercayaan yang sangat tinggi nantinya. Memang untuk industri ini bertahap karena dibutuhkan alih teknologi, peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia), dan sebagainya,” ujar Gatot.
Said menyampaikan, total aset industri pertahanan nasional saat ini sekitar Rp 17,3 triliun, dengan keuntungan (revenue) Rp 11 triliun. Keuntungan tersebut diperoleh dari penjualan produk militer sebesar 70 persen, produk nonmiliter 15 persen, dan ekspor sebesar 15 persen.
Dalam pembangunan industri pertahanan, KKIP menilai diperlukan peran perguruan tinggi untuk membantu industri pertahanan dalam melakukan penelitian, pengembangan, dan rekayasa inovasi teknologi pertahanan.
Selain itu, dalam rangka mendukung pengembangan industri pertahanan, Kementerian Pertahanan telah menyiapkan 10.000 hektar lahan untuk memindahkan PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Pindad. Langkah itu dilakukan karena ketersediaan lahan industri pertahanan nasional dinilai sudah tidak memadai.
”Sudah saya siapkan. Yang penting tanahnya dahulu, karena sulit cari tanah. Tempatnya masih rahasia,” ujar Ryamizard.
Gatot mengakui lahan PT Pindad di Bandung sudah terlalu kecil. ”Mungkin perlu direlokasi ke suatu lokasi yang ada pelabuhan, bandara, dan sebagainya,” ujar Gatot.
Photo : Kaplan MT (Karar)
Sumber : Kompas