Kementerian Pertahanan Indonesia telah memulai kembali (restart) proses akuisisi untuk empat weaponised medium-altitude, long-endurance unmanned aerial vehicles (MALE UAVs), dan passive electronic support measure (ESM) tracker yang dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan di sekitar pangkalan udara Ranai.
Akuisisi ini telah dimulai kembali karena berbagai masalah termasuk ketidaksetujuan atas proses produksi dan pengaturan pendanaan yang dilokalkan, kata seorang pejabat dari kementerian pada Janes (11/ 11) di pameran Indo Defence 2018.
Pada Februari 2018, Janes pertama kali melaporkan bahwa Indonesia telah mengakuisisi empat unit UAV Wing Loong produksi perusahaan penerbangan dan pertahanan milik negara Cina, Aviation Industry Corporation of China (AVIC), untuk memenuhi kemampuan tempur platform tak berawak Indonesia.
Rincian lebih lanjut tentang akuisisi itu muncul pada Maret 2018 ketika dilakukan peluncuran biografi Panglima TNI Hadi Tjahjanto, yang membela perolehan UAV Cina dalam buku itu di tengah meningkatnya kritik atas pilihan itu. “China tidak memiliki batasan mengenai siapa yang dapat memproduksi UAV, dan kami bisa mendapatkan keuntungan dari transfer teknologi,” katanya dalam biografi.
Tapi sekarang akuisisi telah dimulai kembali, di antara sistem yang dipertimbangkan untuk kebutuhan termasuk UAV MALE Anka dari Turkish Aircraft Industries (TAI).
Seorang pejabat perusahaan Janes berbicara di Indo Defence 2018 telah mengkonfirmasi bahwa perusahaan menyadari kepentingan Indonesia pada sistem, dan telah menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan PTDI untuk berkolaborasi membangun varian UAV tertentu.
Photo: Anka-S di Indo Defence 2018 (Istimewa)
Kami sangat menghargai pendapat anda. Bagaimanakah pendapat anda mengenai masalah ini? Tuliskanlah komentar anda di form komentar di bagian bawah halaman ini.